Kegagalan membaca pada anak tunagrahita sering dikaitkan dengan faktor kecerdasan yang rendah. Berbagai metode telah digunakan guru sebagai upaya ke arah itu, akan tetapi kegagalan kerap terjadi dan terus menjadi masalah.
“Hasil penelitian menunjukkan, masih ada upaya dalam meningkatkan kemampuan membaca melalui model pembelajaran berbasis kesadaran linguistik dan persepsi visual untuk meningkatkan kemampuan membaca anak tunagrahita,” kata Endang Rochyadi saat mempertahan disertasi berjudul “Model Pembelajaran Berbasis Kesadaran Persepsi Visual Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita (Penelitian Dan Pengembangan Pada Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa)”, di Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jln. Setiabudhi No. 229 Bandung, Senin (4/4/2011).
Menurut pria kelahiran Tasikmalaya tanggal 18 Agustus 1956, penelitian tersebut diangkat atas banyak fakta dari kegagalan membaca yang bukan semata-mata dari masalah kecerdasan, melainkan adanya faktor lain yang turut mendukung terjadinya kegagalan dalam penguasaan prasayarat membaca. Beberapa studi melaporkan bahwa penguasaan kesadaran linguistik dan kesadaran persepsi merupakan prasayarat yang memiliki hubungan kuat terhadap kemampuan membaca seseorang.
“Tujuan penelitian ini adalah terumuskannya model pembelajaran membaca yang cocok untuk meningkatkan kemampuan membaca anak tunagrahita. Penelitian ini didasarkan pada pandangan konstruktivistik-sosial Vygotsky yang meyakini bahwa intersaksi sosial merupakan wahana terjadinya perkembangan kognitif seseorang,” kata Endang Rochyadi.
Dikemukakan, ada dua aspek perkembangan dari sudut pandang teori ini, yaitu perkembangan aktul dan potensial. Jarak antara keduanya itu disebut zone of proximal development. Prose belajar pada dasarnya merupakan interaksi-sosial antara anak dengan orang dewasa. Implikasinya, belajar membaca dapat didudukkan pada wilayah perkembangan itu melalui proses belajar termediasi (mediated learning).
Penelitian ini menggunakan pendekatan research and development dengan subjek penelitian guru dan siswa tunagrahita di wilayah Priangan Timur. Alat pengumpul data adalah observasi, wawancara, dokumentasidan tes. Penelitian ini menghasilkan model pembelajarana membaca yang mempertimbangkan kesadaran linguistik dan kesadaran persepsi visual, untuk selanjutnya diberi nama “Model Pembelajaran Termediasi Dalam Membaca”.
Temuan dari penelitian ini, kata Endang Rochyadi, antara lain (1) model ini secara signifikan efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca anak tunagrahita dibandingkan model yang selama ini diterapkan di lapangan, baik pada uji terbatas, uji meluas maupun uji validasi model. (2) Faktor esensial dari kesadaran linguistik terhadap kemampuan membaca adalah kesadaran bunyi fonem dan sintaksis. Sementara faktor esensian dari kesadaran persepsi visual adalah diskriminasi dan visual memori.
“Saran yang ingin saya sampaikan adalah model pembelajaran ini dikembangkan dalam tiga tahapan yang setiap tahapannya memiliki cara berbeda. Oleh karena itu dalam implementasinya menuntut adanya kompetensi guru melalui latihan atau sekurang-kurangnya mempelajari panduan,” ujar Endang Rochyadi.
Untuk menyebarluaskan model ini diharapkan sekolah atau guru yang terlibat dalam pengembangan model ini dapat menyosialisasikan secara lebih luas ke sekolah atau guru di lingkungannya. Untuk peneliti lebih lanjut, disarankan kajiannya dikembangkan dan diperluas, baik subjek maupun aspek penguasaan keterampilan membacanya. Pada subjek penelitian disarankan untuk dicoba pada anak yang mengalami kesulitan belajar (learnig disabilities) atau lambat belajar (slow learner).
Endang Rochyadi lahir di Tasikmalaya tanggal 18 Agustus 1956. Putra terakhir dari enam saudara dari pasangan E. Syamsudin (Alm) dan Ganda Sumirah (Alm). Pada tahun 1984, ia menikah dengan Tati Sukaesih berasal dari Sumedang, yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar. Endang menamatkan SD di Tasikmalaya pada tahun 1969, Sekolah Menengah Pertama (SMP Negeri 1) di tempat yang sama lulus pada tahun 1972 dan pada tahun 1975 menyelesaikan Pendidikan SMA Negeri 2 di Tasikmalaya.
Pada Tahun 1976, ia melanjutkan pendidikan ke IKIP Bandung yang saat itu justru bertentangan dengan keinginan, terlebih ketika masuk ke jurusan
Pendidikan Luar Biasa dengan spesialisasi pendidikan anak tunagrahita, dan sarjana mudanya diselesaikan pada tahun 1980 serta sarjana (S1) pada tahun 1983.
Pada tahun 1985, Endang diangkat menjadi PNS di SGPLB sampai tahun 1996 dan sejak itu sampai sekarang bekerja di lingkungan FIP IKIP Bandung sebagai dosen di jurusan PLB. Pada tahun 1997, ia mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S2 di PPS UPI dengan mengambil program studi Pengembangan Kurikulum dan lulus pada tahun 1999.
Selanjutnya pada tahun 2006 Endang diberi tugas tambahan (sebagai sekretaris) oleh ketua jurusan untuk merintis dan mengembangkan Laboratorium Pendidikan Luar Biasa, yang selanjutnya berkembang menjadi Pusat Pengembangan Anak. Pada tahun yang sama, ia dipercaya menjadi Ketua Pusat Layanan Mahasiswa Tunanetra bekerja sama dengan Yayasan Tunanetra Indonesia.
(dikutip dari website UPI)