Membuat Patung dari Bubur Kertas

Membuat Patung dari Bubur Kertas

Lama tidak menulis di blog, kali ini saya sudah mendapat bahan tulisan yang akan diposting pada blog ini. Pada semester ini saya menempuh mata kuliah pendidikan keterampilan. Diampu oleh Ibu Siti Wahyuningsih, beliau adalah ketua program PGTK FKIP UNS. Beruntung kami mendapat dosen yang sabar dan ramah, sehingga kami menempuh mata kuliah ini dengan senang. Kelas kami kurang dari dua puluh mahasiswa karena sebagian teman yang lain sudah mengambil mata kuliah ini pada semester sebelumnya.
Tugas pertama yang sudah kami kerjakan adalah membuat batik ikat. Dan tugas kedua adalah membuat patung yang terbuat dari bubur kertas. Tugas ini diberikan sekitar tiga minggu yang lalu, dan saat ini sudah selesai dan sudah dinilai. Saya akan berbagi pengalaman bagaimana cara membuat patung dari bubur kertas.
Saya mendapat tugas membuat patung loro blonyo. Loro blonyo adalah patung sepasang laki-laki dan perempuan mengenakan pakaian jawa. Saya kebagian tugas membuat patung perempuan. Karena saya tidak tahu nama patung saya, maka saya sebut patung yang akan saya buat ini sebagai patung sinden gosip, he he.
Baiklah yang pertama adalah kita harus tahu bentuk patung yang akan kita buat. Karena Ibu dosen kami baik hati maka beliau meminjami patung loro blonyo yang sudah jadi yang terbuat dari kayu. Saya mulai mengukur berapa panjang lebar dan tinggi patung tersebut, serta lekukan bodi dari patung sinden gosip. Agar tidak lupa ada baiknya ukurna tersebut ditulis di kertas sambil membuat coretan kerangka patung.
Gambar(7)
Gambar(7)
gambar: patung loro blonyo
Setelah itu kita mulai membuat kerangka patung. Saya membuat kerangka patung dari kawat. kawat disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk membuat kerangka pokok agar patung berdiri tegak kita membutuhkan kawat yang ukuran besar, dapat dibeli di toko besi dengan harga delapan ribu per setengah kilo.  Untuk membuat bagian tangan saya menggunakan kawat yang agak sedang ukurannya. Kemudian untuk merangkai / menyambung dapat mengguanakn kawat kecil atau biasa disebut kawat bendrat yang dapat dibeli seharga tiga ribu per gulung. Menyambung kawat hendaknya menggunakan tang, jangan memaksakan diri menggunakan tangan karena bisa melukai tangan anda. Tang dapat diperoleh dengan harga 17 ribu di supermarket.
Gambar(12)
Gambar(12)
Gambar(15)
Gambar(15)
gambar: kerangka
Pada kerangka bodi patung sebagai tempat melekatkan bubur kertas kita dapat menggunakan kawat kasa. Kawat kasa ini bervariasi harganya, yang saya gunakan seharga sembilan ribu per meter, ada juga yang terbuat dari alumunium yang umumnya digunakan untuk antena parabola harganya duapuluh ribu per meter.
Jika kerangka sudah dibuat maka kita kemudian membuat bubur kertas. Saya mengguankan kertas koran untuk membuat bubur kertas, ada juga teman yang menggunakan kertas hvs. Teman saya yang menggunakan bubur kertas dari kertas hvs, bubur kertasnya terlihat lebih putih daripada yang mengguanakn kertas koran.
Cara membuat bubur kertas adalah sebagai berikut. Rendam kertas koran selama satu malam. Esok paginya disobek kecil-kecil. Setelah itu kertas diblender. Cara memblender dengan mencampur kertas koran dan air, kemudian diblender. Saya memblender dengan blender yang cukup bagus, namun setelah beberapa kali digunakan blender akan panas dan mengeluarkan bau gosong. Sebaiknya blender diistirahatkan. Kemudian diulangi lagi setelah blender dingin.
Setelah diblender kertas akan menjadi bubur, kemudian disaring untuk diambil buburnya. Setelah itu di campur dengan lem kanji. Cara membuat lem kanji adalah tepung kanji di rebus dengan air sampai mendidih. Setelah bubur kertas dicampur dengan lem, maka siap untuk ditempelkan pada kerangka.
Gambar(19)
Gambar(19)
membuat lem kanji
Gambar(16)
Gambar(16)
membuat bubur kertas

Setelah bubur selesai dibuat kemudian ditempel ke kerangka sesuai model. Dalam menempel hendaknya sabar dan teliti, jangan tergesa-gesa.
Gambar(26)
Gambar(26)
Gambar(21)
Gambar(21)
Gambar(121)menempel bubur kertas, diangin-anginkan
Setelah selesai kemudian diangin-anginkan, jangan sampai terkena sinar matahari langsung karena akan membuat patung menjadi retak.
Setelah patung kering kemudian diberi warna. Saya membutuhkan waktu satu minggu untuk mengeringkan patung ini. Untuk bahan pewarna saya menggunakan bahan pewarna untuk sablon kertas. Harga pewarna cukup mahal per kaleng harganya antara tiga belas ribu sampai delapan belas ribu, dan harus dicampur dengan larutan EM3 dengan harga sembilan belas ribu per botol.

Gambar(121)

Gambar(123)
Gambar(123)gambar: patung saya sedang dikeringkan
Setelah selesai di beri warna kemudian patung di jemur agar kering. Setelah itu patung siap disajikan, he he. Maksudnya siap dinilai. Dan kali ini saya harus menerima kenyataan bahwa hasil karya saya mendapat nilai B, wah kenapa saya susah mendapat nilai A? hmm tanya kenapa.

Gambar(124)
Gambar(124)gambar: patung milik bekti
Kelebihan patung saya : menggunakan kerangka yang kuat dan dirancang dengan sungguh-sungguh sehingga tahan banting, tidak mudah penyok.
Kelemahan patung saya : pewarnaan kurang bagus, ada bagian yang belum selesai, penempelan bubur kertas kurang rapi.
 

Kegagalan Membaca Pada Anak Tunagrahita


Kegagalan membaca pada anak tunagrahita sering dikaitkan dengan faktor kecerdasan yang rendah. Berbagai metode telah digunakan guru sebagai upaya ke arah itu, akan tetapi kegagalan kerap terjadi dan terus menjadi masalah.
“Hasil penelitian menunjukkan, masih ada upaya dalam meningkatkan kemampuan membaca melalui model pembelajaran berbasis kesadaran linguistik dan persepsi visual untuk meningkatkan kemampuan membaca anak tunagrahita,” kata Endang Rochyadi saat mempertahan disertasi berjudul “Model Pembelajaran Berbasis Kesadaran Persepsi Visual Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita (Penelitian Dan Pengembangan Pada Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa)”, di Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jln. Setiabudhi No. 229 Bandung, Senin (4/4/2011).
Menurut pria kelahiran Tasikmalaya tanggal 18 Agustus 1956, penelitian tersebut diangkat atas banyak fakta dari kegagalan membaca yang bukan semata-mata dari masalah kecerdasan, melainkan adanya faktor lain yang turut mendukung terjadinya kegagalan dalam penguasaan prasayarat membaca. Beberapa studi melaporkan bahwa penguasaan kesadaran linguistik dan kesadaran persepsi merupakan prasayarat yang memiliki hubungan kuat terhadap kemampuan membaca seseorang.
“Tujuan penelitian ini adalah terumuskannya model pembelajaran membaca yang cocok untuk meningkatkan kemampuan membaca anak tunagrahita. Penelitian ini didasarkan pada pandangan konstruktivistik-sosial Vygotsky yang meyakini bahwa intersaksi sosial  merupakan wahana terjadinya perkembangan kognitif seseorang,” kata Endang Rochyadi.
Dikemukakan, ada dua aspek perkembangan dari sudut pandang teori ini, yaitu perkembangan aktul dan potensial. Jarak antara keduanya itu disebut zone of proximal development. Prose belajar pada dasarnya merupakan interaksi-sosial antara anak dengan orang dewasa. Implikasinya, belajar membaca dapat didudukkan pada wilayah perkembangan itu melalui proses belajar termediasi (mediated learning).
Penelitian ini menggunakan pendekatan research and development dengan subjek penelitian guru dan siswa tunagrahita di wilayah Priangan Timur. Alat pengumpul data adalah observasi, wawancara, dokumentasidan tes. Penelitian ini menghasilkan model pembelajarana membaca yang mempertimbangkan kesadaran linguistik dan kesadaran persepsi visual, untuk selanjutnya diberi nama “Model Pembelajaran Termediasi Dalam Membaca”.
Temuan dari penelitian ini, kata Endang Rochyadi, antara lain (1) model ini secara signifikan efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca anak tunagrahita dibandingkan model yang selama ini diterapkan di lapangan, baik pada uji terbatas, uji meluas maupun uji validasi model. (2) Faktor esensial dari kesadaran linguistik terhadap kemampuan membaca adalah kesadaran bunyi fonem dan sintaksis. Sementara faktor esensian dari kesadaran persepsi visual adalah diskriminasi dan visual memori.
“Saran yang ingin saya sampaikan adalah model pembelajaran ini dikembangkan dalam tiga tahapan yang setiap tahapannya memiliki cara berbeda. Oleh karena itu dalam implementasinya menuntut adanya kompetensi guru melalui latihan atau sekurang-kurangnya mempelajari panduan,” ujar Endang Rochyadi.
Untuk menyebarluaskan model ini diharapkan sekolah atau guru yang terlibat dalam pengembangan model ini dapat menyosialisasikan secara lebih luas ke sekolah atau guru di lingkungannya. Untuk peneliti lebih lanjut, disarankan kajiannya dikembangkan dan diperluas, baik subjek maupun aspek penguasaan keterampilan membacanya. Pada subjek penelitian disarankan  untuk dicoba pada anak yang mengalami kesulitan belajar (learnig disabilities) atau lambat belajar (slow learner).

Endang Rochyadi lahir di Tasikmalaya tanggal 18 Agustus 1956. Putra terakhir dari enam saudara dari pasangan E. Syamsudin (Alm) dan Ganda Sumirah (Alm). Pada tahun 1984, ia  menikah dengan Tati Sukaesih berasal dari Sumedang, yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar. Endang menamatkan SD di Tasikmalaya pada tahun 1969, Sekolah Menengah Pertama (SMP Negeri 1) di tempat yang sama lulus pada tahun 1972 dan pada tahun 1975 menyelesaikan Pendidikan SMA Negeri 2 di Tasikmalaya.
Pada Tahun 1976, ia melanjutkan pendidikan ke IKIP Bandung yang saat itu justru bertentangan dengan keinginan, terlebih ketika masuk ke jurusan

Pendidikan Luar Biasa dengan spesialisasi pendidikan anak tunagrahita, dan sarjana mudanya diselesaikan pada tahun 1980 serta sarjana (S1) pada tahun 1983.
Pada tahun 1985, Endang diangkat menjadi PNS di SGPLB sampai tahun 1996 dan sejak itu sampai sekarang bekerja di lingkungan FIP IKIP Bandung sebagai dosen di jurusan PLB. Pada tahun 1997, ia mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S2 di PPS UPI dengan mengambil program studi Pengembangan Kurikulum dan lulus pada tahun 1999.
Selanjutnya pada tahun 2006 Endang diberi tugas tambahan (sebagai sekretaris) oleh ketua jurusan untuk merintis dan mengembangkan Laboratorium Pendidikan Luar Biasa, yang selanjutnya berkembang menjadi Pusat Pengembangan Anak. Pada tahun yang sama, ia dipercaya menjadi Ketua Pusat Layanan Mahasiswa Tunanetra bekerja sama dengan Yayasan Tunanetra Indonesia.

(dikutip dari website UPI)
 
 
Support : SLB Ananda Mandiri
Publis by Admin Gugus 17